Liburan 4 hari yang cukup menyegarkan otak dan membuka pikiran agar menjadi luas. Hahahaha... Hari ini aku baru saja pulang dari Batu, Selecta, dan kota-kota sekitar Malang selama 4 hari. Yang istimewa, di sana saya belajar banyak hal yang tidak saya dapat di kota dan di bangku studi. Suatu paradoks yang tidak berlebihan saya pikir.
Di sana saya belajar mengenai hal perkebunan dan hasilnya. Banyak hal yang dapat dipelajari. Seperti pepatah, selama hidup, itulah waktu untuk belajar, tidak ada kata tamat belajar. Di sana, saya memetik apel, jeruk, dan buah-buah lainnya dari kebunnya sendiri. Pengalaman yang menyenangkan bagi saya. Tinggal bersama masyarakat Batu yang mayoritas petani sangat memperkaya ilmu saya.
Sejauh mata memandang, hamparan hijau tersebar di depan mata. Udara yang dingin dan sejuk. 'Kuta Batu iku ancene ngedol hawane' (Kota Batu itu memang menjual udaranya yang sejuk, ujar seorang masyarakat Batu yang sudah akrab dengan saya). Para petani hidup dengan bahagia dan tentram di sana, tanpa polusi udara, tanpa ada koruptor tentunya.
Sebuah pengalaman berharga yang saya dapatkan di sana ketika berbincang-bincang dengan seorang tokoh masyarakat, Pak Misnu. Beliau ketua petani di kota Batu. Salah satu sifat yang menonjol dari dirinya adalah kejujurannya yang tinggi dan keberaniannya menjunjung kejujuran itu. Seorang tokoh besar mungkin akan lahir suatu saat nanti dari sebuah kota yang sederhana nan kaya.
Beliau bercerita mengenai perjuangannya mengentas masyarakat desa Batu dari kemiskinan. Dari perjuangan membebaskan tanah yang dimiliki beberapa eksekutif melalui jalur belakang hingga perjuangannya membekali masyarakatnya dengan ide-ide dan kemampuan dalam bertani serta menemukan terobosan-terobosan baru dalam dunia pertanian. Beliau sering diundang dalam rapat-rapat di Jakarta, Surabaya, Brastagi, Kalimantan, dan daerah lainnya untuk mengisi acara. Kepentingan wong cilik, itulah yang dijunjungnya. Orang yang sudah tua namun masih hidup sederhana dengan beberapa hektar kebunnya.
Beliau sempat berkata pada masyarakatnya, yang tentunya dalam bahasa Jawa, isinya 'Jangan sampai mencuri kepunyaan rakyat kecil. Kalau mau mencuri, curilah kekakyaan para koruptor. Saya dukung itu.'
Saya berpikir sejenak, benar juga apa yang dikatakannya. Beliau juga berpendapat mengenai anggota DPR yang sering membolos akhir-akhir ini.
'Seharusnya anggota dewan itu dibuatkan rumah dinas di sekitar gedung DPR agar tidak ada alasan untuk membolos. Seperti halnya waktu zaman Belanda, untuk sekretaris ada kampung skretaris sendiri di dekat kantor, perlengkapan ada sendiri. Semuanya dekat dengan kantor, jadi sangat efisien.' Sebuah pemikiran yang saya anggap brilian, saya merasa menjadi muridnya.
Suatu pengalaman yang berkesan. Sampai jumpa di lain kesempatan.
Junjung tinggi kejujuran!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar